Sistem pembakaran pada pembangkitan listrik tenaga uap khususnya pembangkit yang menggunakan bahan bakar batubara merupakan system yang berfungsi memutus ikatan-ikatan hidrokarbon dari batubara untuk menghasilkan heat atau energy panas dengan melibatkan oksigen dari udara seperti pada persamaan kimia berikut.
Timbulnya asam nitrat HNOX dan asam sulfat sebagai hasil pembakaran unsur Nitrogen (N) dan Sulfur (S)yang terbawa oleh batubara dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan sehingga jumlahnya harus dibatasi dan dimonitoring melalui perangkat yang disebut dengan CEMS (Continuous Emission Monitoring System) berdasarkan prosentase nilai yang telah ditetapkan oleh kementrian lingkungan hidup.
Kemudian apabila oksigen yang diberikan dalam proses pembakaran tidak sesuai dengan jumlah batubara yang akan dibakar, maka ikatan kimia karbon (C) akan terbakar secara tidak sempurna dan menjadi karbonmonoksida seperti pada reaksi kimia berikut.
Pembakaran yang terjadi secara tidak sempurna juga akan mengakibatkan beberapa permasalahan yang diantaranya adalah :
Oleh karena itu untuk menjaga agar pembakaran dapat terbakar secara sempurna dan sebagain besar batubara dapat seluruhnya terbakar maka empat kondisi berikut harus terpenuhi :
Secara ideal proses pembakaran dapat terjadi apabila jumlah batubara dan udara pada proporsi tertentu yang berdasarkan prinsip pembakaran stoikiometri. Namun kenyataan yang terjadi adalah campuran bahan bakar dengan udara di dalam boiler sangat mustahil untuk mencapai kondisi sempurna sehingg jumlah udara yang lebih banyak dibandingkan dengan udara pada kondisi yang ideal (udara teoritis) untuk memastikan terjadinya pembakaran yang sempurna, atau disebut dengan excess air.
C + O2 –> CO + energy panas
Karena di dalam batubara terdapat ikatan-ikatan kimia antara karbon, hidrogen, nitrogen, dan sulfur maka pada proses pembakaran juga akan timbul reaksi kimia antara oksigen dengan ikatan-ikatan kimia tersebut yang ditunjukkan pada reaksi kimia sebagai berikut.
2H2 + O2 –> 2H2O
N2 + O2 –> NOX
S + O2 –> SO2
Selanjutnya SO2 bersamaan dengan H2O dan O2 yang berada di dalam boiler bereaksi dan membentuk rantai kimia,
2SO2 + 2H2O + O2 –> 2H2SO4
Kemudian apabila oksigen yang diberikan dalam proses pembakaran tidak sesuai dengan jumlah batubara yang akan dibakar, maka ikatan kimia karbon (C) akan terbakar secara tidak sempurna dan menjadi karbonmonoksida seperti pada reaksi kimia berikut.
2C + O2 –> 2CO
- Timbulnya soot atau jelaga yang menempel di dalam boiler sehingga menghambat proses perpindahan panas (heat transfer)
- Temperatur gas buang (flue gas) menjadi lebih tinggi
- Timbulnya karbon yang tidak terbakar (unburn carbon) dalam jumlah yang banyak
- Pola api (fire pattern) yang tidak terbentuk secara baik
- Menyebabkan timbulnya ledakan pada ruang bakar (boiler).
Oleh karena itu untuk menjaga agar pembakaran dapat terbakar secara sempurna dan sebagain besar batubara dapat seluruhnya terbakar maka empat kondisi berikut harus terpenuhi :
- Jumlah supplai udara yang cukup untuk membakar batubara
- Membuat turbulensi pada saat pencampuran antara udara dan batubara
- Menjaga temperature boiler agar tetap tinggi untuk membakar campuran batubara dengan udara
- Volume furnace yang besar sehingga memberikan waktu yang cukup bagi campuran batubara dan udara untuk terbakar secara sempurna
Secara ideal proses pembakaran dapat terjadi apabila jumlah batubara dan udara pada proporsi tertentu yang berdasarkan prinsip pembakaran stoikiometri. Namun kenyataan yang terjadi adalah campuran bahan bakar dengan udara di dalam boiler sangat mustahil untuk mencapai kondisi sempurna sehingg jumlah udara yang lebih banyak dibandingkan dengan udara pada kondisi yang ideal (udara teoritis) untuk memastikan terjadinya pembakaran yang sempurna, atau disebut dengan excess air.